[Konsumerisme | Ciri-ciri dan Akibat dari Perliaku Hedonisme dan Konsumerisme] Artikel ini mengulas mengenai fenomena menyedihkan yang sedang berkembang di masyarakat kita, yaitu konsumerisme.
Sumber https://www.esaiedukasi.com/
Masyarakat Konsumeristik (Yang Menyedihkan)
Dunia dewasa ini berkembang sangat luar biasa. Pergaulan antar bangsa, pertemuan antara berbagai kebudayaan bisa terjadi dengan sangat leluasa. Seakan-akan, batas-batas yang disebut sebagai negara, menghilang. Apalagi batas-batas lainnya yang jauh lebih lemah dari itu, semacam tradisi dan norma. Semuanya menjadi semu, kabur dan lambat laun luruh.
Ekonomilah yang menyebabkan semua itu bisa terjadi. Hasrat untuk mendapatkan sumber daya lalu memperdagangkanya, dan tentu saja mengambil keuntungan. Tidak ada yang salah dengan ini semua. Semua adalah sebuah keniscayaan.
Masalahnya, sekarang kita melihat bahwa manusia cenderung membeli sesuatu bukan untuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan ini sudah jauh lebih parah, bukan lagi untuk memenuhi keinginannya, tetapi keinginannya sudah dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan di luar dirinya. Sehingga bisa dikatakan manusia membeli karena untuk memenuhi keinginan orang lain.
Ekonomilah yang menyebabkan semua itu bisa terjadi. Hasrat untuk mendapatkan sumber daya lalu memperdagangkanya, dan tentu saja mengambil keuntungan. Tidak ada yang salah dengan ini semua. Semua adalah sebuah keniscayaan.
Masalahnya, sekarang kita melihat bahwa manusia cenderung membeli sesuatu bukan untuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan ini sudah jauh lebih parah, bukan lagi untuk memenuhi keinginannya, tetapi keinginannya sudah dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan di luar dirinya. Sehingga bisa dikatakan manusia membeli karena untuk memenuhi keinginan orang lain.
Apa yang terjadi kemudian? Masyarakat kita sedang menjelma menjadi masyarakat robot, dengan sistem kerja mekanis yang tunduk patuh pada program yang sudah ditentukan. Sungguh menyedihkan memang.
Masyarakat robot adalah masyarakat di mana kemanusiaan semakin menghilang, bahkan pudar.
Masyarakat robot adalah masyarakat yang berlimpah beraneka barang namun di sisi lain, mengalami kekosongan jiwa.
Ketika kehidupan semakin terdistorsi oleh konsumerisme, sebenarnya ada hal penting yang sedang dipertaruhkan: kemanusiaan kita.
Drone berkembang sedemikian rupa, bahkan diproduksi makin massif dan banyak orang terobsesi, termasuk mereka yang tidak tahu apa tujuan penciptaannya. Begitupula dengan perkembangan smartphone yang hampir tiap bulan mengalami rejunevikasi, dan arah peradaban kita, sayangnya, ditentukan dari itu semua. Belum lagi makin malasnya masyarakat untuk berjalan, sehingga jalanan kita penuh sesak kendaraan.
Ada yang salah di sini. Dan kehidupan kita yang sedang dipertaruhkan.
Individualisme makin terbentuk seiring makin menjamurnya apartemen. Sedang unsur hara tanah dan sumber air semakin menghilang, lenyap, terganti ruko-ruko yang diciptakan hanya untuk jadi sarang penyamun. Kita bukan hanya sedang menjauh dari sesama, tapi juga dari alam.
Masyarakat robot hanya patuh pada perintah, untuk membeli unit apartemen dan mengisinya dengan berbagai peralatan canggih maha mahal dan anehnya masih bangga menyebut diri kaum minimalis yang sedang mempopulerkan gaya hidup sederhana.
Sawah digulung, hutan dibabat. Sungai dikeringkan dan ladang dihancurkan. Semua untuk menyediakan perumahan mewah Padahal sebelum itu, dengan harga yang relatif lebih murah dapat kiranya membangun rumah sederhana dengan tetangga yang baik di kiri kanan. Bonusnya, beberapa petak tanah untuk bertanam cabai dan memelihara ayam barang dua tiga ekor.
Masyarakat robot tidak memiliki keberanian untuk protes, menggugat apalagi melawan. Roda-roda sistematis dan sistem kerja dalam tubuhnya tidak mengenal itu semua. Inflasi meroket dan mereka seakan-akan terkejut, padahal jauh sebelum jenis masyarakat ini tercipta, generasi sebelumnya dengan ceria merasakan gratis buah juwet, markisa, ciplukan, kesemek dan asam jawa. Atau berenang gratis di sungai yang benar-benar sungai, tanpa kaporit atau tiket. Menonton bintang yang gemerlapan sambil bercengkrama ketika bulan penuh, lalu pulang untuk tidur, tanpa harus menjadi pecandu obat karena stress memikirkan kredit mobil, tagihan tivi kabel, dan angsuran rumah baru.
Sampai kapan ini berhenti, tidak ada yang tahu. Manusia berhenti untuk mencipta hal-hal yang seharusnya tidak perlu dicipta secara massif, bersatu memikirkan cara terbaik menangani bumi yang semakin menghangat atau tanah yang semakin tandus. Bercengkerama layaknya satu keluarga utuh untuk berhenti merangkai-rangkai angka imajiner dan kembali mendekatkan diri pada alam, pada sahabat lama manusia dari masa ke masa.
Sebelum itu terjadi, konsumerisme haruslah dikendalikan. Tetapi sebenarnya sangat mustahil, kecuali sumbernya dijinakan. Ekonomi yang makin ruwet dan tekanan untuk hidup dengan gadget serba futuristik sebenarnya adalah sebuah kemunduran. Kemunduran sejarah yang akan kita sesali bersama, kelak ketika kita sadar kemanusiaan kita sudah pudar. Menghilang. Dan kitapun iri pada burung-burung yang hidup damai di belantara hutan. Menghabiskan waktu bersama anak-anak dan mentari. Juga bintang dan rembulan.
Konklusi: Konsumerisme akan bermuara pada kehancuran. Tidak bisa tidak, masyarakat harus disadarkan agar fenomena ini bisa dikendalikan.
Konklusi: Konsumerisme akan bermuara pada kehancuran. Tidak bisa tidak, masyarakat harus disadarkan agar fenomena ini bisa dikendalikan.
Dukung kami
Kami butuh dukungan anda. Jika merasa artikel ini bermanfaat, silahkan komen dan share ke media sosial anda.
Subscribe juga ke blog kami untuk mendapatkan update post dan info menarik lainnya.